Senin, 19 Mei 2014

RENUNGAN SAAT HARI KEBANGKITAN NASIONAL

Kotabaru, 20 Mei 2014, Kotabaru adalah sebuah kabupaten di timur Provinsi Kalimantan Selatan. Jaraknya kurang lebih 250-300 Km. Kabupaten ini terpisah dengan Pulau Kalimantan, sehingga terkenal dengan sebutan Pulau Laut. Walau Kota Kabupaten di sebuah pulau namun wilayah pemerintahannya meliputi juga Kecamatan-kecamatan yang berada di Pulau Kalimantan, wilayah kotabaru secara keseluruhan sebagian bahkan hampir 1/4 dari Pulau Kalimantan. Sehingga transportasi untuk ke tempat-tempat layanan Kabupaten sebagian memakai jalur laut.
Penduduk Kotabaru kebanyakan adalah pendatang, baik dari Kota Makasar, Sumatera, Jawa, NTT dan juga Bali. Di beberapa tempat merupakan wilayah Trans, yang notabene adalah pendatang dari Pulau Jawa, NTT, dan lainnya. Mata pencaharian penduduk sangat beragam, mulai dari nelayan, pedagang, karyawan perusahan, petani, Pegawai swasta, dan pegawai pemerintah.
Hari ini (20 Mei *red) merupakan Perayaan dan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, yang merupakan tonggak sejarah sangat penting untuk negeri tercinta ini. Dulu peringatan ini sering menjadi peringatan Nasional wajib bagi Para Pelajar dan Pegawai Pemerintah karena ada upacara bendera untuk mengenang jasa para pejuang bangsa. Rasa Nasionalisme sepertinya masih bergaung, hanya saja karena kondisi yang tidak memungkinkan sehingga peringatannya kurang menjadi perhatian. Hal ini terutama karena sejak malam tadi hujan deras melanda Bumi Saijaan ini. Bahkan sampai tulisan ini di posting, masih saja hujan menyelimuti Kotabaru. Udara dingin menusuk sampai tulang, geliat kebangkitan dibekukan dan mungkin banyak orang terlelap dalam gelapnya mimpi.
Kebangkitan Nasional yang dulu diperjuangkan dengan peluh dan darah, jiwa-jiwa melayang, keluarga-keluarga terceraiberai karena ditinggalkannya dan perjuangan mereka tidak sia-sia namun membuahkan hasil yang sangatlah gemilang. Akankah perjuang mereka saat ini sia-sia? Penerus bangsa ini akankah terlelap dalam kegelapan mimpi di siang benderang?

Rabu, 05 Maret 2014

Rabu Abu

Kotabaru, 5 Maret 2014, Penerimaan Abu pertanda awal masa Tobat (Pantang dan Puasa) dan Retret Agung di Paroki St. Yusup Kotabaru Pulau Laut dilaksanakan pada hari Rabu, 5 Maret 2014 pukul 18.00 WITA. Bersama Pastor Yustinus Sigit Koesworo, Pr, ekaristi penerimaan abu tersebut dihadiri oleh umat paroki dan cukup padat umat yang datang, sehingga ada yang harus duduk diluar Gereja. 
Masa Pantang dan puasa dalam Gereja Katolik berjalan selama 40 hari kedepan sampai dengan Jumat Agung, 18 April 2014. Gerakan puasa dan pantang ini meneladan Yesus yang berpuasa di padang gurun yang selama 40 hari 40 malam menyiapkan tugas perutusanNya untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa dan kelaliman.
Puasa dan pantang selalu terkait dengan Aksi Puasa Pembangunan (APP), hal ini bukan hanya persoalan kumpul uang, hal ini harus dipahami sebagai tanda pertobatan yang diwujudkan dengan menyisihkan hasil karya dan perjuangan hidupnya untuk membantu orang-orang yang memerlukannya. Bentuk dari APP bisa lewat amplop, celengan dan bentuk lain. Polanya cukup sederhana, selama kita pantang atau selama kita puasa pasti kita tidak belanjakan uang untuk yang kita sukai itu. Contohnya, kita pantang merokok, yang dalam seharinya misal bisa sampai 2 bungkus harga sebungkusnya Rp. 13.000; jadi bisa sisihkan ke APP saat pantang tsb. Namun itu sebatas sebagai cara kita menyatakan tobat saja, bukan sebuah keharusan sesuai nilainya, karena terpenting adalah nilai tobatnya.
Dalam homilinya Pastor Sigit mengupas bagaimana kita berani menyatakan diri sebagai orang yang berdosa dan berani ambil keputusan untuk kembali kepada Tuhan.
Dalam ilustrasinya dikatakan ada seorang guru yang bertanya kepada anak muridnya, "Siapa yang mau uang 50 ribu? semua murid berkata, "Mau". Pertanyaan berikut sama dengan yang pertama hanya uang sudah diremas hingga kumal sekali namun anak-anak tetapp menjawab, "mau". Berikutnya juga begitu, setelah uang dibasahi bahkan dilumuri tanah liat sehingga tampak menjijikkan tetap saja jawaban anak-anak.
Pastor Sigit menyatakan begitulah kasih Allah terhadap manusia. Walaupun manusia sebegitu rupa berdosa namun Tuhan tetap mengasihi Tuhan.
Oleh karenanya kita manusia selayaknya mengingat kasih karunia Tuhan tersebut, karena Tuhan memberikan secara istimewa bahkan dengan wafat di kayu salib demi manusia.
Perayaan berjalan lancar dan berakhir pada pukul 19.30 Wita.